DIMENSI SAKRAMENTAL DALAM PRAKTIK PERJAMUAN TUHAN BAGI PERSEKUTUAN HIDUP BERJEMAAT: TAFSIR KRITIK ILMU-ILMU SOSIAL TERHADAP 1 KORINTUS 11:17-34 DAN RELEVANSINYA BAGI GMIT

Agnes Magdelina Kolly (2023) DIMENSI SAKRAMENTAL DALAM PRAKTIK PERJAMUAN TUHAN BAGI PERSEKUTUAN HIDUP BERJEMAAT: TAFSIR KRITIK ILMU-ILMU SOSIAL TERHADAP 1 KORINTUS 11:17-34 DAN RELEVANSINYA BAGI GMIT. Thesis (S2) thesis, Universitas Kristen Duta Wacana.

[img] Text (Tesis Magister Filsafat Keilahian)
50180038_bab1_bab5_daftarpustaka.pdf

Download (3MB)
[img] Text (Tesis Magister Filsafat Keilahian)
50180038_bab2 sd bab4_lampiran.pdf
Restricted to Registered users only

Download (2MB) | Request a copy

Abstract

Paulus merespon persoalan diskriminasi, mementingkan diri sendiri, persaingan dan sikap tidak saling menghargai dalam praktik perjamuan makan dengan memberdayakan tradisi perjamuan malam terakhir Yesus sebagai perjamuan Tuhan. Guna menegakkan koinonia dalam hidup menggereja di Korintus, yang dipahami oleh Rasul Paulus dalam perspektif sakramental yakni menjadi satu dengan tubuh dan darah Kristus (1 Korintus 11:17-34:1Korintus 10:16-17). Perspektif sakramental kemudian dikenal sebagai “sakramen atau tanda dan materai berupa roti dan anggur yang disimbolkan sebagai tubuh dan darah Kristus.” Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) juga memaknai sakramen perjamuan kudus sebagai wujud persekutuan dengan tubuh dan darah Kristus yang bersifat kudus (1 Kor 10:16; 1 Kor 11:17-34). Karena bersifat kudus maka perlunya pemahaman, penghayatan iman yang benar dan pemeriksaaan diri serta pemberlakukan disiplin gereja berkaitan dengan kelayakan seseorang ketika mengambil bagian dalam perjamuan kudus. Sifat keberadaan sebagai sakramen ini ternyata keliru dipahami oleh jemaat secara umum dan jemaat secara khusus (perempuan yang hamil di luar nikah, ibu tunggal). Bahwa seolah-olah perempuan yang hamil di luar nikah lebih berdosa dibandingkan dengan yang lainnya. Karena itu secara tidak langsung adanya sikap pembedaan atau diskriminasi dan mendiskriminasi diri sendiri sehingga “mereka” merasa tidak layak dan menarik diri dari persekutuan gereja khususnya perjamuan kudus. Karena ada titik letak hubungan antara teks (1 Kor 10:16; 1 Kor 11:17-34) dan konteks GMIT yakni sama-sama menekankan mengenai “persekutuan atau koinonia.” Maka penulis tertarik untuk menyelidiki dan menganalisis proses hermeneutik Rasul Paulus atas perjamuan terakhir Yesus khususnya pada unsur persekutuan dalam perspektif sakramental (1 Kor 11:17-34). Dalam proses penafsiran, penulis menggunakan pendekatan hermenutik-biblis kritik ilmu-ilmu sosial (Social-Scientific Criticism). Dari hasil penafsiran adanya pemahaman yang dapat memperlengkapi makna perjamuan kudus (khsususnya dalam persekutuan bergereja). Yakni setiap orang (dalam konteks ini, perempuan yang hamil diluar nikah atau ibu tunggal) dapat ikut dalam perjamuan kudus asalkan menyadari keberadaannya, mengakui kesalahan, bertobat, komitmen untuk hidup baru dan beriman percaya kepada Kristus. Pemahaman tersebut disajikan melalui nilai-nilai atau prinsip-prinsip teologis perjamuan Tuhan yakni nilai atau prinsip persekutuan, sakramental, salib, kesataraan, kasih dan etik. Kemudian dikemas dalam strategi yang dituangkan dalam katekisasi sidi, disiplin gereja dan pendalaman Alkitab.

Item Type: Student paper (Thesis (S2))
Uncontrolled Keywords: Sakramen, Sakramental, Perjamuan Tuhan atau Perjamuan Kudus, Persekutuan
Subjects: B Filsafat. Psikologi. Agama > Agama
B Filsafat. Psikologi. Agama > Kekristenan
B Filsafat. Psikologi. Agama > Alkitab
B Filsafat. Psikologi. Agama > Teologi Doktrinal
B Filsafat. Psikologi. Agama > Teologi Praktis
Divisions: Fakultas Teologi > Magister Filsafat Keilahian
Depositing User: Jessica Dipta Novyana, A.Md
Date Deposited: 04 Sep 2023 01:46
Last Modified: 04 Sep 2023 01:46
URI: http://katalog.ukdw.ac.id/id/eprint/7764

Actions (login required)

View Item View Item