REINTERPRESTASI SABAT (KELUARAN 20 :8 -11) DENGAN PENDEKATAN TEOLOGI PERJANJIAN LAMA POSMODERN DALAM DIALOG DENGAN PERBUDAKAN MODERN

57150005, Yohannes Rahdianto Suprandono (2021) REINTERPRESTASI SABAT (KELUARAN 20 :8 -11) DENGAN PENDEKATAN TEOLOGI PERJANJIAN LAMA POSMODERN DALAM DIALOG DENGAN PERBUDAKAN MODERN. Desertations (S3) thesis, Universitas Kristen Duta Wacana.

[img] Text (Disertasi Teologi)
57150005_bab1_bab5_daftar pustaka.pdf

Download (1MB)
[img] Text (Disertasi Teologi)
57150005_bab2 s.d bab4_lampiran.pdf
Restricted to Registered users only

Download (6MB) | Request a copy

Abstract

Demi kemajuan ilmu biblika PL di Indonesia, penelitian ini didasarkan atas keprihatinan akan lahirnya sebuah teori untuk sebuah Teologi Perjanjian Lama dalam konteks sosial filosofis posmodern. Dan secara praktis penelitian ini juga didorong oleh keprihatinan penulis akan maraknya perbudakan modern perdagangan manusia. Untuk mencapai tujuan penelitian digunakan metode penelitian kualitatif yang akan dipakai untuk menganalisis data secara induktif, mengarahkan sasaran penelitian pada usaha menemukan teori dari dasar. Hasil penelitian tafsir teologis terhadap teks Keluaran 20:8-11 dengan pendekatan TPL postmodern ditemukan beberapa pokok pikiran sbb: Satu, ditemukan karakteristik pendekatan TPL dalam konteks sosiokultur posmodernisme ditandai dengan pembacaan secara radikal menggunakan metode dekonstruksi terhadap teks dan dekonstruksi terhadap tafsir teks, penggunaan metode tafsir teologis kritik kanonis, kritik retoris. Dalam TPL, Yahweh merupakan tema central. Pendekatan TPL postmodern mengakomodasi pendekatan multipleks, pluralistik tafsir, dan perspektif lintas disiplin ilmu. Pendekatan TPL postmodern menggunakan metode kritik sosiologis berarti dalam menafsir teks akan selalu peka terhadap pergumulan sosiologis masyarakat kontemporer yang mengalami penindasan dari perspektif HAM. Perspektif TPL posmodern juga memanfaatkan pendekatan lingkaran pastoral kontekstualisasi teologi. Dua, dengan menerapkan pendekatan TPL posmodern dalam membaca teks Keluaran 20:8-11 tentang Sabat. Ditemukan bahwa tafsir teologis Sabat selama ini merupakan konstruksi, rekonstruksi dan dekonstruksi Sabat yang bersifat normatif, legalistik, ritualistic, sosiologis, teologis dan eskatologis. Tafsiran teologis Sabat secara dekonstruktif dilakukan pertama-tama dari sudut leksikal gramatika atas teks dalam sejarah Israel, dari sudut kepercayaan Mesir yang memperbudak Israel maupun dari sudut perbudakan modern, berarti peniadaan terhadap Sabat. Sabat dilupakan, dinajiskan, Yahweh disingkirkan. Tiga, tafsir teologis Sabat didialogkan dengan perbudakan modern. Permasalahan perbudakan merupakan tantangan bagi manusia sepanjang jaman sejak di jaman dan dinarasikan dalam teks PL. Peristiwa Keluaran menggambarkan sebuah tanggapan yang tepat dalam menghadapi situasi bangsa yang diperbudak. Di sana ditemukan pola pembebasan dari umat yang tertindas. Para budak membutuhkan pertolongan dari kekuatan yang lebih besar supaya bebas dari cengkeraman si penindas. Secara teologis filosofis narasi pembebasan dalam kitab Keluaran merupakan model narasi yang dari sejak awalnya bersifat emansipatif dengan cara mendekonstruksi narasi sosial yang dibangun oleh Firaun di Mesir yang memerintah dengan tirani. Narasi pembebasan merupakan bentuk kontra narasi terhadap kebudayaan totalitarian dan otoritarian dari dinasti Firaun. Ketika Keluaran dibaca secara metaforis, maka akan menginspirasikan sebuah gerakan perlawanan terhadap kekuasaan semena-semena dari “firaun-firaun” versi baru yang memperbudak sesamanya. Materi Keluaran juga menginspirasi terjadinya gerakan pembebasan yang memberikan harapan bagi kaum yang lemah. Pembebasan Israel yang tertindas dapat memberikan advokasi kepada situasi masyarakat tertindas di zaman sekarang. Yahweh yang terlibat dalam perjuangan pembebasan manusia tertindas oleh perbudakan dalam teks Keluaran adalah Yahweh yang sekarang terlibat secara langsung dalam konteks pergumulan sosial di tengah masyarakat di segala konteks melalui agen yang dipilih-Nya. Dan kemudian dalam menilai perbudakan dalam perspektif sejarah dan hukum, gerakan anti perbudakan mendapat bentuknya menghasilkan dokumen anti perbudakan yang diakui secara internasional. Dalam penelitian di ketemukan bahwa Sabat yang mengandung nilai-nilai yang semakin menguatkan penolakan terhadap bentuk perbudakan modern. Yahweh atas Sabat adalah pembebas budak. Manusia yang diperbudak membutuhkan pembebasan dan pemulihan secara spiritual, moral, psikologis, mentalitas dan secara sosial. Empat, konstektualisasi teologis Sabat sebagai respon atas perbudakan modern dihasilkan rumusan teologis, Yahweh atas Sabat sebagai pelopor pembebasan perbudakan. Gereja sebagai Komunitas Yahweh memiliki dengan misi sosial liberatif untuk menyelamatkan korban perbudakan modern perdagangan. Gereja memiliki misi sebagai agen pembebasan yang melakukan misi heroiknya dengan langkah-langkah pembebasan terhadak korban perbudakan modern.

Item Type: Student paper (Desertations (S3))
Uncontrolled Keywords: Sabat, PendekatanTeologi Perjanjian Lama Posmodern, Permasalahan Perbudakan modern, teologi kontekstual
Subjects: B Filsafat. Psikologi. Agama > Filsafat (Umum)
B Filsafat. Psikologi. Agama > Agama
B Filsafat. Psikologi. Agama > Kekristenan
B Filsafat. Psikologi. Agama > Alkitab
Divisions: Fakultas Teologi > Doktor Teologi
Depositing User: Ms Nadya Agatha
Date Deposited: 07 Dec 2021 03:29
Last Modified: 07 Dec 2021 03:29
URI: http://katalog.ukdw.ac.id/id/eprint/6154

Actions (login required)

View Item View Item