50110301, Frans Best Soma Marpaung (2014) MANGONGKAL HOLI GENEALOGI : IDENTITAS DAN PERSEKUTUAN DALAM MASYARAKAT BATAK. Thesis (S2) thesis, Universitas Kristen Duta Wacana.
Text (Tesis Ilmu Teologi)
50110301_bab1_bab5_daftarpustaka.pdf Download (1MB) |
|
Text (Tesis Ilmu Teologi)
50110301_bab2-sd-bab4_lampiran.pdf Restricted to Registered users only Download (4MB) | Request a copy |
Abstract
Persoalan genealogi, idenitas dan persekutuan menjadi suatu kebutuhan yang selalu ingin dipenuhi oleh manusia. Kebanyakan orang memahami bahwa hal-hal yang biologis dan ciri-ciri fisik sajalah yang telah membentuk genealogi, identitas dan persekutuan manusia; sehingga keluarga hanya dipahami sebagai komunitas sedarah atau relasi hanya sebatas pertalian sedarah. Pada kenyataannya, setiap manusia tidak pernah sampai pada satu kesimpulan mengenai kesiapaannya. Menyadari hal ini, manusia perlu terbuka pada kenyataan bahwa daya pikir dan daya mencipta manusialah yang banyak berperan di dalamnya. Manusia adalah mahluk yang senantiasa bertanya dan dengan bertanya manusia dapat melacak, membayangkan, menganalisa, merasa dan mengkonstruksi. Pikiran manusia mengandung “genealogical imagination” dan “imagined community” yang mendorong manusia untuk mewujudkannya. Di dalam pikirannya, manusia dapat membayangkan para anggota keluarga dan garis keluarga yang menghubungkan dirinya dengan yang lainnya. Di sisi yang sama, manusia juga bisa membayangkan suatu keadaan atau tempat yang ingin dia hidupi atau wujudkan. Di sini peran produktif imajinasi telah memunculkan suatu dunia baru, yang belum terwujud tetapi dapat dirasakan dan direpresentasikan secara nyata. Di sini dunia riil dan dunia imajinasi tidak mungkin lagi dipisahkan. Berangkat dari kesadaran ini, maka manusia selalu ditantang untuk melakukan perumusan ulang terhadap banyak hal termasuk untuk dirinya sendiri: genealogi, identitas dan persekutuannya. Melalui kemampuan pikirannya maka persoalan genealogi, identitas dan persekutuan tidak dapat lagi dibatasi, ditentukan dan diukur oleh hal-hal yang biologis dan budaya semata. Sering terjadi, manusia dapat memanipulasi banyak hal, termasuk hal-hal biologis untuk menciptakan suatu narasi tentang dirinya dan kedalaman relasi dengan orang lain. Di dalam daya mencipta, aspek mengingat dan melupakan memainkan peran; sehingga patut disadari bahwa kesiapaan kita tidak hanya dibentuk oleh kesiapaan kita tetapi juga apa yang dilupakan. Dalam mengkonstruksi sebuah narasi genealogi, idenitas dan persekutuan manusia menyeleksi orang-orang yang dianggap sesuai atau dapat menekankan agenda-agenda baik secara personal maupun komunal. Misalnya saja seseorang pada zaman sekarang dapat dihormati atau bergelar sultan bukan karena perjuangan atau penyematan gelar kehormatan padanya, tetapi karena dia mengkaitkan dirinya pada latar belakang leluhurnya yang seorang sultan. Mangongkal holi pada dasarnya hanya dikenal sebatas praktik budaya yang menggali tulang-belulang para leluhur dan umumnya hanya dipandang sebatas penghormatan bagi mereka. Bila dikaji lebih dalam, pada pikiran para pelakunya dapat dilacak keberadaan “genealogical imagination” dan “imagined community” yang menggerakkan orang Batak untuk tetap melangsungkan upacara ini hingga dewasa ini. Melalui upacara ini, orang Batak berupaya untuk mengkonstruksi kembali kesiapaannya dan mendemonstrasikannya ke tengah-tengah masyarakat untuk mendapatkan suatu legalitas atau pengakuan. Upaya mengkonstruksi kembali kesiapaannya juga dapat menjadi suatu upaya untuk menjawab kegelisahan akan semangat nasionalisasi atau universalisasi banyak hal yang sering didengung-dengungkan dewasa ini, sehingga perasaan yang personal semakin dikecilkan dan ditekan. Melalui upacara manongkal holi ini, orang Batak terbukti mampu menciptakan suatu dunia baru, di mana sebuah geneaologi, identitas dan persekutuan merupakan penjalinan dari beragam latar belakang dan keterhubungan dengan banyak hal. Upacara mangongkal holi, hanyalah salah satu dari pelbagai cara mengkonstruksi kembali kesiapaan manusia, akan tetapi dari hal ini patut disadari bahwa persoalan genelaogi, identitas dan persekutuan tidak pernah sampai pada satu titik final tetapi terbuka untuk direfleksikan kembali. Dengan demikian, praktik upacara mangongkal holi tidak akan pernah sama untuk setiap masa dan pelakunya, sehingga setelah upacara ini dilangsungkan dia secara simultan terbuka untuk dikaji kembali dan dibentuk kembali.
Item Type: | Student paper (Thesis (S2)) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Genealogi, Identitas, Persekutuan, Imajinasi, Mangongkal holi. |
Subjects: | B Filsafat. Psikologi. Agama > Kekristenan B Filsafat. Psikologi. Agama > Teologi Praktis C Ilmu Bantu Sejarah > Silsilah |
Divisions: | Fakultas Teologi > Magister Filsafat Keilahian |
Depositing User: | Ms Nadya Agatha |
Date Deposited: | 07 Jun 2021 02:38 |
Last Modified: | 07 Jun 2021 02:38 |
URI: | http://katalog.ukdw.ac.id/id/eprint/5499 |
Actions (login required)
View Item |