MENJADI GEREJA BAGI SESAMA : PENDIDIKAN KRISTIANI UNTUK ANAK DALAM KONTEKS PLURALITAS AGAMA DI GEREJA KRISTEN PASUNDAN

01052010, ROBERT NIXON KINDANGEN (2011) MENJADI GEREJA BAGI SESAMA : PENDIDIKAN KRISTIANI UNTUK ANAK DALAM KONTEKS PLURALITAS AGAMA DI GEREJA KRISTEN PASUNDAN. Final Year Projects (S1) thesis, Universitas Kristen Duta Wacana.

[img] Text (Skripsi Teologi)
01052010_bab1_bab5_daftarpustaka.pdf

Download (605kB)
[img] Text (Skripsi Teologi)
01052010_bab2-sd-bab4_lampiran.pdf
Restricted to Registered users only

Download (630kB) | Request a copy

Abstract

Gereja Kristen Pasundan (GKP) berada dalam konteks masyarakat Jawa bagian barat yang majemuk baik suku, agama, budaya daerah dan status sosial ekonomi. Menyikapi konteks GKP ini, dalam Rencana Kerja Dasar Gereja Kristen Pasundan (RKD-GKP) tahun pelayanan 2007-2012 dicanangkan visi yaitu, GKP menjadi gereja bagi sesama. Visi ini kemudian dijabarkan dalam misi yaitu : Bersekutu, Melayani dan Bersaksi untuk Menyatakan Kasih, Sukacita, Kebenaran, Keadilan dan Damai Sejahtera kepada Sesama Manusia di tengah Kehidupan,1 yaitu lingkaran sesama manusia yang menerobos batas-batas yang memisahkan kita dari kelompok di luar kita.2 Dengan visi menjadi Gereja bagi Sesama menunjukkan bahwa GKP mau menjadi gereja yang dapat menerima kepelbagaian termasuk kepelbagaian agama. Namun bukan hal yang mudah untuk merealisasikan visi ini menjadi konkret dalam jemaat khususnya mengenai pluralitas agama. Agama-agama termasuk agama Kristen melihat dirinya dengan kelebihan tertentu, karena ia merupakan pengungkapan iman akan wahyu khusus,3 hal ini menjadi faktor penghambat dalam menerima dan menghargai agama-agama lain. Selain itu hubungan antara agama diwarnai stigma dan kesalahpahaman, seperti pola hubungan antara umat beragama di Jawa bagian barat. Khususnya bagi Kristen dan Islam, pola hubungan ini bisa terlihat dari pengrusakan rumah ibadah, intimidasi, persepsi negatif tentang Islam dalam lingkungan Kristen dan sebaliknya, dan seringnya muncul istilah Kristenisasi di kalangan Islam. Namun, di sisi lain, pluralitas agama dapat menjadi potensi yang saling memperkaya, mengoreksi dan memperdalam paham serta penghayatan iman dan dapat bekerja sama demi keadilan, perdamaian dan keutuhan ciptaan.4 Hal ini terjadi jika pemahaman bahwa kepelbagaian atau pluralitas agama yang ditunjukkan oleh adanya perbedaan-perbedaan dalam hal ajaran, upacara, struktur hirarkis, praksis moral, dan kitab suci tidak mengurangi kadar keyakinan akan kebenaran suatu agama.5 Hal ini juga disadari oleh GKP sehingga pola hubungan yang dilandasi oleh hubungan curiga dalam banyak kesempatan sudah coba difasilitasi dengan memulai dialog antar umat beragama, termasuk antara agama Kristen dan Islam. Dialog dengan penganut agama yang lain menjadi perwujudan dari ajaran GKP tentang pluralitas agama yaitu, GKP meyakini bahwa Allah bisa berada dan berkarya di mana saja termasuk agama lain, sekalipun demikian tidak berarti semua agama sama saja dan relatif kebenarannya. Sikap GKP adalah toleran dan inklusif yang mendapat topangan dari keyakinan Allah yang mempunyai rencana dan karya yang tidak dibatasi siapapun. Dalam semangat ini tugas utama Gereja untuk bersaksi bagaimana pengalaman kasih Allah yang terjadi di lingkungan kekristenan, bersaksi bahwa Allah yang menjadi manusia memungkinkan keselamatan menjadi milik bagi yang mengimaninya.6 Ajaran GKP ini sejalan dengan pandangan teologi inklusivisme, yang oleh Pinnock dan dikutip oleh Paul F. Knitter didefinisikan bahwa “pandangan inklusif percaya bahwa, karena Tuhan itu hadir di dalam dunia (secara nyata), rahmat Tuhan juga berada di antara sesama manusia, mungkin, bahkan di dalam agama-agama (secara konklusi). Itu berarti agama-agama bisa berperan di dalam penyelamatan manusia, suatu peranan persiapan untuk Injil Kristus yang di dalamNya hanya terdapat keselamatan sempurna. “Atau dengan kata lain Allah bisa menyelamatkan di luar batas-batas nyata agama Kristen.7 Pandangan inklusif ini juga disebut solusi atas dasar rahmat yang lebih luas (the wider mercy solution) merupakan bagian model penggantian yang lebih mengarah pada model pemenuhan, karena semua unsur penting dalam solusi atas dasar rahmat yang lebih luas ini bisa ditemukan di dalam Model Pemenuhan dari gereja Roma Katolik dan Protestan (Aliran Utama).”8 Model pemenuhan 9 menekankan kebenaran dalam agama-agama lain merupakan persiapan bagi Injil dan mendapatkan kepenuhannya di dalam Kristus. Model yang dipakai oleh Paul F. Knitter berkembang dari model-model yang dia pakai sebelumnya10, yaitu Model Eksklusif, Model Inklusif dan Model Pluralis. Menurut model eksklusif, Yesus Kristus adalah satu-satunya jalan keselamatan dan posisi agama Kristen sebagai terang bagi agama-agama lain yang masih ada dalam kegelapan. Menurut model inklusif, Tidak ada keselamatan di luar Kristus, namun keselamatan bisa ada dalam agama-agama lain melalui rahmat dan kehadiran Kristus yang berkarya secara tersembunyi hanya melalui agama Kristen. Sedangkan menurut model pluralis, agama agama merupakan jalan keselamatan dan keunikan Yesus Kristus adalah sesuatu yang relatif yang berlaku bagi yang percaya kepada-Nya. Menurut model-model ini, ajaran GKP berada pada model inklusif. Ajaran GKP yang toleran dan inklusif tercapai dengan baik jika diwujudkan melalui muatan tentang agama-agama lain yang memadai dalam Pendidikan Kristiani GKP di semua kategori usia, yaitu sejak sekolah minggu sampai lanjut usia. Sebagai awal, saya mencoba melihat muatan di buku Bahan Mengajar Sekolah Minggu Gereja Kristen Pasundan selama 3 tahun (6 semester) sejak tahun 2007-2009 untuk kelas Balita (0-5 tahun), kelas Kecil (6-8 tahun), kelas Tanggung (9-10 tahun), dan kelas Besar (11-12 tahun). Selama 3 tahun (6 semester) hanya ada 1 kali pertemuan di setiap kelompok umur yang mengandung muatan mengenai pluralitas agama. Kelas Balita hanya di minggu 1 bulan Oktober semester 4, dengan tujuan anak dapat menyebut agama-agama yang ada, mengerti ada agama lain di sekitarnya, dan menghargai perbedaan agama dengan temannya. Kelas Kecil hanya di minggu 1 bulan Oktober semester 4, dengan tujuan anak dapat menyebut agama-agama yang ada, menyebutkan sikap yaitu berteman dengan yang beragama lain, berdoa untuk teman yang beragama lain. Kelas Tanggung hanya di minggu 2 bulan November semester 4, dengan tujuan anak dapat menyebut agama-agama yang ada, menyebut tempat-tempat ibadah dan kitab suci, memberi ucapan selamat hari raya buat teman yang beragama lain yang sedang merayakan hari raya agamanya. Kelas Besar hanya di minggu 2 bulan November semester 4, dengan tujuan anak dapat menyebut menyebut dan menuliskan agama-agama di Indonesia termasuk hari raya agama, kitab suci, tokoh agama, rumah ibadat, dan pemimpin umatnya, menyebutkan tindakan terhadap teman yang beragama lain yaitu toleransi, tidak menjelek-jekkan agama yang lain, mengucap selamat hari raya dan hidup damai.11 Muatan Pluralitas agama masih sangat minim, yaitu hanya 1 kali petemuan dalam waktu 3 tahun. Prosentase terbesar masih sekedar mentransmisi warisan agama Kristen. Dengan memakai identifikasi James E Banks untuk menilai level integrasi dari muatan multikultural,12 maka muatan pluralitas agama dalam buku Bahan Mengajar Sekolah Minggu Gereja Kristen Pasundan bisa dimasukkan di level 1 yaitu Pendekatan Kontribusi, karena sangat sedikit muatan yang mempelajari tentang agama lain, yaitu terbatas pada terbatas pada hal-hal yang sangat umum seperti agama itu baik, nama agama, hari-hari raya, tempat ibadah, sebutan kepada pemimpin agama, bersikap baik terhadap mereka yang berbeda agama. Kekhasan, ajaran dari agama-agama sekalipun dari perspektif agama Kristen belum dimasukkan ke dalam kurikulum. Melihat sangat terbatasnya muatan pluralitas agama, dibutuhkan Bahan Mengajar Sekolah Minggu GKP yang mempunyai muatan pluralitas agama yang cukup serta kontekstual, sesuai dengan ajaran GKP yang toleran inklusif. PAK bukan hanya sekedar mentransmisi warisan agama Kristen, tetapi lebih dari itu meliputi belajar, hidup, dan bertumbuh di dalam komunitas yang lebih luas bahkan meluas sampai ke komunitas dunia.13 Pendidikan Kristiani adalah proses seumur hidup dan tidak bisa hanya dilakukan di dalam kelas tapi juga dalam keluarga dan komunitas agama-agama.14 Dengan Pendidikan Kristiani seperti ini akan menolong orang-orang Kristen menjadi manusia seutuhnya dengan menghilangkan kecurigaan agama, bangsa, gender, dan latar belakang etnis. Yang perlu ditekankan adalah kenyataan pluralitas ini sebagai dunia dimana kita ditempatkan oleh Tuhan, dengan memperlengkapi orang-orang Kristen agar menjadi pribadi yang inklusif dan dapat menerima serta menghargai kepelbagaian. 15 Pendidikan Kristiani mengenai kenyataan pluralitas agama penting dilaksanakan sejak anak-anak, sehingga sejak dini anak telah mengenal dan berlatih berinteraksi dalam lingkungan pluralitas agama, bagaimana mereka harus memperlakukan teman yang berbeda agama, memandang orang yang berbeda agama bukan sebagai orang-orang kafir yang akan masuk neraka walaupun mereka berbuat baik, sementara mereka yang Kristen ke surga apapun perbuatannya, bersikap ketika rumah ibadah agama lain mengalami perusakan (mungkin di daerah yang mayoritas Kristen bisa terjadi Mesjid dan orangorang Islam justru menjadi sasaran kecurigaan), bekerjasama dengan teman-teman yang berbeda agama secara konstruktif, dan masih banyak lagi. Hal ini dilaksanakan sejak masa kanak-kanak, sebab pertumbuhan pribadi merupakan proses yang panjang sejak awal mula kehidupan manusia.16 Dengan memulainya sejak masa kanak-kanak diharapkan kenyataan pluralitas menjadi dasar bagi anak untuk memahami orang yang beragama lain dengan persepsi yang benar bahwa Tuhan bukan hanya mengasihi orang Kristen tetapi juga mengasihi orang yang beragama lain. Dengan pemahaman seperti ini diharapkan ketika anak berkembang menjadi remaja, pemuda dan dewasa dapat menjadi agen perubahan yang dapat menerima dan menghargai sesama manusia yang berbeda agama. Sikap hidup ini menjadi perwujudan Kerajaan Allah yang hidup dalam sikap dan tindakan sehari-hari. Ajaran GKP yang toleran dan inklusif sulit terwujud bila muatan pluralitas dalam Bahan Mengajar Sekolah Minggu GKP sangat sedikit, untuk itu dibutuhkan Bahan Mengajar Sekolah Minggu GKP yang mempunyai muatan pluralitas agama yang cukup, sesuai dengan ajaran GKP tentang pluralitas agama yang adalah konteks GKP di Jawa bagian barat. Untuk mencapai tujuan Pendidikan Kristiani yang menerima dan menghargai pluralitas agama diperlukan sarana yaitu kurikulum, sehingga Pendidikan Kristiani menjadi relevan untuk konteks masa kini, yang dalam tulisan ini yaitu konteks GKP di Jawa Bagian Barat. Usia yang dipilih untuk Kurikulum Pendidikan Anak GKP yang berbasis pluralitas agama yaitu anak-anak anak yang berusia 10-12 tahun. Dengan memperhatikan hasil penelitian para ahli psikologi mengenai tingkat perkembangan psikologi anak-anak pada usia 10 -12 tahun, maka Kurikulum Pendidikan Kristiani GKP yang menerima dan menghargai pluralitas agama dapat disesuaikan dengan perkembangan psikologi mereka. GKP sebagai gereja harus berani membuka diri dengan cara menerima dan menghargai pluralitas agama yang ada di masyarakat Jawa bagian barat sehingga dapat bekerjasama secara konstruktif untuk perdamaian, keadilan dan pembebasan. Karena permasalahan kemanusiaan dan kemasyarakatan yang dihadapi sekarang tak mungkin dipecahkan oleh kelompok agama secara individual, kecuali ada kerjasama antara kelompok-kelompok agama.17 Membuka diri dan kerjasama dengan mereka yang berbeda membutuhkan pemahaman yang simpatik, pemahaman yang terlihat dalam ajaran GKP mengenai pluralitas agama. Pemahaman seperti ini bisa terwujud dengan pembinaan secara kontinyu di dalam lingkungan GKP yang dimulai sejak anak-anak. Untuk itulah dibutuhkan kurikulum sekolah Minggu yang mendasarkan pembinaannya bukan hanya pengenalan ke-Kristenan tetapi juga kenyataan pluralitas agama yang ada di Jawa bagian barat sebagai bagian dari konteks GKP.

Item Type: Student paper (Final Year Projects (S1))
Uncontrolled Keywords: Pendidikan kristiani, Anak, Pluralistik, Islam-Kristen
Subjects: B Filsafat. Psikologi. Agama > Islam. Bahaisme. Teosofi, dll
B Filsafat. Psikologi. Agama > Kekristenan
B Filsafat. Psikologi. Agama > Teologi Praktis > Pendidikan Agama
H Ilmu Sosial > Sosiologi
Divisions: Fakultas Teologi > Filsafat Keilahian
Depositing User: Ms Lea Destiany
Date Deposited: 24 May 2021 02:01
Last Modified: 24 May 2021 02:01
URI: http://katalog.ukdw.ac.id/id/eprint/4716

Actions (login required)

View Item View Item