WARGA GEREJA (PROFESI) SEBAGAI MODEL PEMBANGUNAN JEMAAT DI GPM

50080229, ELYUS KUNDA (2012) WARGA GEREJA (PROFESI) SEBAGAI MODEL PEMBANGUNAN JEMAAT DI GPM. Final Year Projects (S1) thesis, Universitas Kristen Duta Wacana.

[img] Text (Tesis Ilmu Teologi)
50080229_bab1_bab5_daftarpustaka.pdf

Download (2MB)
[img] Text (Tesis Ilmu Teologi)
50080229_bab2-sd-bab4_lampiran.pdf
Restricted to Registered users only

Download (4MB) | Request a copy

Abstract

Gereja Protestan Maluku adalah jemaat setempat atau murid-murid Yesus Kristus yang diutus ke dalam dunia untuk bersekutu, bersaksi dan melayani dunia dengan perkataan dan perbuatan. Kedatangan Yesus ke dunia terjadi atas perkenaan Allah. Hal ini menunjukkan bahwa pada hakekatnya Allah sendiri adalah pelaku utama dalam pelayanan gereja. Namun Allah tidak bertindak dan bekerja sendirian, melainkan berkenan melibatkan jemaat sebagai rekan sekerja-Nya (Bnd. Ef. 2 :20 ; II Kor. 5:20). Oleh karena itu, berdasarkan otoritas Allah, warga gereja dilibatkan sebagai pelaku yang turut berperanserta dalam pelayanan gereja. Jemaat atau warga gereja bukan objek dalam pelayanan, tetapi subjek pelayanan itu sendiri. Pada hakekatnya, warga gereja dan jemaat bukanlah orang-orang yang menjadi tujuan pelayanan, tetapi warga gereja dan jemaat adalah orang-orang yang diutus atau diwajibkan untuk bersaksi dan melayani dunia, mengikuti pola hidup Yesus. Melalui Persidangan Sinode, dirumuskan dan diputuskan Pola Induk Pelayanan (PIP) dan Rencana Induk Pengembangan Pelayanan (RIPP) GPM tahun 2005-2015. Keberadaan PIP-RIPP GPM tahun 2005-2015 menunjukkan atau menawarkan ‘perbedaan’ dengan PIP-RIPP GPM tahun 1995-2005. Dalam PIP-RIPP GPM tahun 1995-2005, menekankan penguatan institusional. Sedangkan PIP-RIPP GPM tahun 2005-2015, menekankan pemberdayaan, pembangunan jemaat dan masyarakat. Selain itu, pola yang hierarki di dalam Pola Organisasi dan Peraturan Pokok GPM, menjadikan jemaat-jemaat lokal tidak mampu menggumuli masalahnya sendiri. Ruang jemaat-jemaat lokal diatur oleh sinode atau klasis sebagai perpanjangan tangan dari sinode. Begitu juga dengan kompleksitas masalah yang ada di Maluku, sejak situasi konflik, sebelum situasi pasca-konflik sampai kepada situasi pasca-konflik. Semua kompleksitas masalah tersebut, dihadapi oleh semua warga gereja. Selain itu, keberadaan wilayah pelayanan GPM adalah pulaupulau (kepulauan), dan keberadaannya sangat majemuk. Semua perihal di atas, menunjukkan bahwa keberadaan Warga Gereja Profesi merupakan ‘solusi’ bagi GPM. Atau melalui Warga Gereja Profesi, GPM mendengungkan terjadinya pembangunan jemaat di GPM. Tetapi kenyataan menggambarkan hal yang berbeda. Ternyata Warga Gereja Profesi merupakan bagian dari penguatan struktur-hierarki, sinode-sentris dan paternalistik. Keberadaan Warga Gereja Profesi di Lembaga Pembinaan Jemaat (LPJ), merupakan bagian dari Badan Pekerja Harian (BPH) sinode GPM. Sementara di jemaat-jemaat lokal tidak ada Warga Gereja Profesi. Warga jemaat/jemaat-jemaat lokal hanya menunggu ajakan sinode untuk terlibat di dalam Warga Gereja Profesi. Berdasarkan semua penjelasan di atas, menunjukkan bahwa jemaat-jemaat lokal/warga jemaat tetap dilihat sebagai objek. Sedangkan sinode merupakan subjek dari semua pengadaan dan pengaturan Warga Gereja Profesi di GPM. Dengan kata lain, ada kesan bahwa melalui Warga Gereja Profesi, jemaat-jemaat lokal atau warga jemaat tidak dapat berbuat apa-apa, sinode-lah yang bertindak atas jemaat-jemaat lokal. Hal ini memberi arti bahwa Warga Gereja Profesi merupakan model ‘pembangunan jemaat yang top-down’. Karena melalui Warga Gereja Profesi, terkesan bahwa sinode-lah lebih mengetahui keberadaan dan keberlangsungan GPM, daripada jemaat-jemaat lokal. Dengan demikian, keberadaan Warga Gereja Profesi tidak menjawab keberadaan jemaat-jemaat lokal di GPM, baik secara karakteristik wilayah maupun kebutuhan konteks. Tetapi keberadaan Warga Gereja Profesi, lebih menjawab keberadaan dan kepentingan sinode. Semua masalah-masalah di atas, akan dilihat di dalam pandangan van Hooijdonk berdasarkan 5 (lima) aspek pembangunan jemaat, yakni: 1) bertindak imani dan rasional; 2) bertindak fungsional, terarah kepada tujuan dan hasil; 3) bertindak menurut tata waktu atau secara proses; 4) bertindak menurut tata ruang atau pembangunan organisasi; 5) mengaktifkan partisipasi. Kelima aspek ini, menegaskan bahwa peran aktif warga gereja atau jemaat, akan turut menggerakkan gereja. Atau jemaat merupakan hakekat dari gereja. Oleh karena itu, untuk mendorong dan menggerakkannya maka komunitas basis merupakan alternatif terhadapnya. Komunitas Basis dikembangkan untuk meneruskan misi Kristus di tengah-tengah kehidupan ini.

Item Type: Student paper (Final Year Projects (S1))
Uncontrolled Keywords: Pembangunan jemaat
Subjects: B Filsafat. Psikologi. Agama > BR Kekristenan
B Filsafat. Psikologi. Agama > BV Teologi Praktis
Divisions: Fakultas Teologi > Magister Filsafat Keilahian
Depositing User: Ms Lea Destiany
Date Deposited: 10 May 2021 03:06
Last Modified: 10 May 2021 03:06
URI: http://katalog.ukdw.ac.id/id/eprint/3378

Actions (login required)

View Item View Item