@article{katalog9329, title = {GADIS, ISTRI, ATAU JANDA; PENDAPAT PAULUS TENTANG SEKSUALITAS PEREMPUAN DALAM 1 KORINTUS 7}, publisher = {Fakultas Teologi UKDW}, journal = {Jurnal Gema Teologika}, pages = {175--190}, year = {2022}, month = {October}, author = {Rena Sesaria Yudhita}, volume = {7}, number = {2}, keywords = {1 Korintus 7, Seksualitas Perempuan, Teologi Paulus, tafsir sosio-historik, pola retorik}, url = {https://katalog.ukdw.ac.id/9329/}, abstract = {Seksualitas perempuan telah senantiasa didefinisikan, diatur dan dibatasi dalam berbagai masa, agama dan budaya. Alkitab sebagai teks suci juga turut ambil bagian dalam merespon konsep seksualitas perempuan yang ada dalam dunianya. Artikel ini meneliti 1 Korintus 7 dengan pendekatan sosio-historis untuk melihat bagaimana Rasul Paulus menggunakan pola-pola retoris tertentu untuk merevisi konsep seksualitas perempuan yang dihidupi oleh Jemaat di Korintus. Tema utama dari 1 Korintus 7 keberlangsungan klannya. Demikianlah, kehormatan dan keberlangsungan sebuah keluarga/klan tergantung dari seksualitas perempuan (McNamara 1985, 7-10). Jadi, mengatur dan mengendalikan seksualitas perempuan di masa itu penting dilakukan sebagai pondasi bagi struktur ekonomi, sosial dan kultural. 1 Korintus 7 adalah salah satu teks Perjanjian Baru yang berkaitan tentang seksualitas. Paulus memang tidak membicarakan tema seksualitas ini secara terbuka dan sistematis, namun dalam rangka memberikan reaksi terhadap pertanyaan yang diajukan oleh komunitas Kristen waktu itu. Tema pokok dari perikop ini adalah mengenai perkawinan dan selibat. Tentu tanpa mengabaikan kenyataan bahwa di dalamnya Paulus juga bicara tentang beberapa tema lain, seperti: permasalahan antar etnis (Yahudi dan Yunani, ay. 17-20) dan perbudakan (hamba dan tuan, ay.21-24). Berbagai tema tersebut dibicarakan oleh Paulus dalam rangka menunjukkan sikap kekristenan terhadap adalah kawin dan selibat. Dengan mempertimbangkan konteks sosial dan budaya yang dihidupi orang-orang Korintus, penelitian ini membuktikan bahwa pendapat Paulus mengenai seksualitas perempuan telah melampaui tradisi Yahudi dan budaya Greko-Roma. Meskipun demikian, di balik pola pernyataan paralelnya yang terkesan lebih egaliter, Paulus lebih tertarik untuk mengatur tubuh dan seksualitas perempuan.} }