%L katalog8392 %A Sheryn Meivy Hendra %D 2024 %K Cikarang, Komunitas, Kemampuan Literasi, Budaya Spasial, Labirin, Slow reading, Intervisibility, Sense of Belonging, Extention of Public Space dan Arsitektur Perilaku %T PERANCANGAN TAMAN BACA MASYARAKAT SEBAGAI RUANG INTERAKSI KOMUNITAS DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR DAN PERILAKU DI CIKARANG %X Walaupun dengan citra kota Cikarang sebagai kota industri, sama seperti kehidupan urban pada umumnya, Cikarang menjadi tempat tinggal dari beragam jenis komunitas yang berasal dari demografi yang berbeda dan cukup berjenjang. Oleh karena itu dibutuhkan sebuah ruang publik yang inklusif secara sosial. Isu berikutnya berasal dari tingkat literasi Indonesia yang berada pada peringkat ke 62 dari 70 negara, yang membuatnya termasuk 10 negara terbawah dalam kemampuan literasinya. Hal ini menunjukan sebuah kebutuhan untuk sebuah upaya yang akan meningkatkan minat dan kemampuan literasi masyarakat. Kedua Permasalahan dapat terselesaikan melalui tipologi bangunan TBM. Terselesaikan melalui perancangan TBM yang bertujuan untuk menciptakan ruang interaksi komunitas dan mendukung literasi masyarakatnya. Dalam era digital ini, literasi yang relevan berasal dari buku fisik dan media digital lainnya, oleh karena itu pustaka TBM perlu mengakomodasi kedua jenis pustaka literasi ini. Perancangan TBM menggunakan teori budaya spasial, yang diterapkan melalui konfigurasi spasial dan program transpasialnya. Teori ini diimplementasikan kedalam desain melalui konsep “labirin” yang menjadi inspirasi dibelakang transformasi bentuk bangunannya. Teori Labirin juga diterapkan dalam ruang rak buku media literasi cetak dan area bacanya, untuk mendukung lingkungan yang kondusif untuk aktifitas slow reading, yang juga sesuai dengan salah satu tujuan TBM yaitu meningkatkan minat dan budaya literasi masyarakat. Ruang Interaksi antar Komunitas terimplementasikan kedalam desain melalui konsep Intervisibility, Sense of Belonging, serta Extention of Public Space (dalam bentuk Courtyard) sebagai sirkulasi jalur sirkulasi utama. Terakhir, dipilih pendekatan arsitektur perilaku dalam keseluruhan proses desain karena keselarasan esensi pendekeatan arsitektur perilaku sebagai perancangan yang mempertimbangkan perilaku penggunanya, dengan konsep budaya spasial yaitu arsitektur dengan otoritas untuk mendukung terciptanya sebuah budaya tertentu diantara pengguna ruangnya. %I Universitas Kristen Duta Wacana