@phdthesis{katalog8219, school = {Universitas Kristen Duta Wacana}, year = {2023}, month = {December}, title = {REDESAIN PASAR TRADISIONAL TERONG TIPE A DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR ECO-CULTURE DI KOTA MAKASSAR, KELURAHAN WAJO BARU, KECAMATAN BONTOALA, PROVINSI SULAWESI SELATAN}, author = {Tirza Avelia}, keywords = {Pasar tradisional, pasar terong, redesain, pasar tipe A, pencahayaan, penghawaan, fasilitas pasar, standar pasar tradisional}, url = {https://katalog.ukdw.ac.id/8219/}, abstract = {Pasar Terong merupakan salah satu pasar yang sangat dikenal di semenanjung Sulawesi dan sudah beroperasi sejak tahun 1960. Pasar Terong juga sangat berperan dalam perekonomian di Kota Makassar khususnya pada pendapatan asli daerah, hal ini dikarenakan pasar terong merupakan pasar yang memasok sembilan bahan kebutuhan pokok ke 18 provinsi di Indonesia. Seiring berjalannya waktu pasar terong semakin berkembang, dari puluhan pedagang hingga sekarang menjadi ratusan pedagang. Pasar Terong kerap kali menjadi tempat tujuan utama pembeli saat hendak berbelanja kebutuhan tentu karena dagangan yang lengkap, mulai dari hasil laut, hasil peternakan, perkebunan, maupun kebutuhan rumah tangga hal ini pula yang membuat pasar terong sangat dikenal di semenanjung sulawesi. Namun seiring berkembangnya zaman pasar terong perlahan semakin tersisihkan dengan adanya pasar modern yang dinilai lebih bersih dan nyaman, kondisi fisik dari pasar terong juga tidak memadai untuk mewadahi kegiatan jual beli seolah didukung untuk semakin redup. Sirkulasi udara yang buruk, pencahayaan yang minim, kondisi fisik bangunan yang rentan, serta fasilitas yang tidak memenuhi standar merupakan alasan dari tersisihnya pasar terong dengan pasar modern yang kian membludak. Sirkulasi udara yang buruk sendiri dapat menyebabkan gangguan kesehatan bagi penggunanya, seolah tidak cukup dengan mengganggu kesehatan pengguna, pencahayaan yang minim juga memperburuk kenyamanan pembeli. Begitu banyaknya kekurangan pada pasar terong yang seharusnya membantu pendapatan asli daerah menjadi penyebab utama perlunya merancang kembali bangunan yang dapat memberikan kenyamanan kepada penggunanya baik dalam aspek termal maupun visual serta memberikan dampak yang baik bagi lingkungan dengan sentuhan budaya sebagai identitas bangunan.} }