@mastersthesis{katalog7988, month = {August}, year = {2023}, author = {Kukuh Purwidhianto}, school = {Universitas Kristen Duta Wacana}, title = {DI TEPIAN SUNGAI BEKASI MEMBANGUN TEOLOGI AIR MENURUT CHED MYERS DALAM KONTEKS GEREJA KRISTEN JAWA BAMBU KUNING}, keywords = {Air, Sungai, Ched Myers, Bekasi, GKJ Bambu Kuning}, url = {https://katalog.ukdw.ac.id/7988/}, abstract = {Ancaman krisis ekologis tidak lagi menjadi bayang-bayang menakutkan di masa mendatang. Sebaliknya, telah hadir nyata, merasuk dan merusak serta mengakibatkan berbagai dampak sosial maupun psikologis di tengah masyarakat. Banjir dan pencemaran air merupakan dua realita konkrit problematika krisis ekologis. Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (JABODETABEK) merupakan kota-kota di Indonesia yang bergumul hebat dengan banjir dan pencemaran air. Gereja Kristen Jawa (GKJ) Bambu Kuning membangun dan mengembangkan persekutuan serta pelayanan di Kecamatan Bekasi Utara. Makin menarik, melihat gedung GKJ Bambu Kuning berada tepat di pinggir Sungai Bekasi. Dalam gerak langkah peziarahan sebagai gereja, GKJ Bambu Kuning terus menerus diperhadapkan dengan konteks krisis air. Pertanyaannya, bagaimana warga jemaat GKJ Bambu Kuning memandang keberadaan air dalam konteks krisis air di Kota Bekasi? Melalui tesis berjudul Di Tepian Sungai Bekasi: Membangun Teologi Air Menurut Ched Myers dalam Konteks Gereja Kristen Jawa Bambu Kuning, penulis memperjumpakan praksis warga jemaat GKJ Bambu Kuning dalam konteks problematika krisis air di Kota Bekasi dengan pemikiran Ched Myers, secara khusus mengenai pemuridan daerah aliran sungai (watershed discipleship). Penulis membingkai dialog tersebut dalam payung Teologi, Eklesiologi dan Misiologi. Melalui dialektika antara praksis warga jemaat GKJ Bambu Kuning dalam konteks problematika krisis air di Bekasi dengan pemikiran Ched Myers tentang air (sungai), Penulis melihat bahwa pemikiran-pemikiran Ched Myers dapat dijadikan dasar sekaligus sumber inspirasi. Spirit Ched Myers mengenai ?panggilan pemuridan? menjadi daya yang berkobar-kobar di tengah kompleksitas problematika krisis air. Panggilan pulang ke rumah, mencintai tempat tinggal, merengkuh lokalitas (regionalisme) sangat tepat untuk membangun relasi mendalam dengan sungai. Literasi Alkitab yang terbuka dan berkembang sesuai konteks melahirkan temuan-temuan penting. Secara teologis, perlu ditata ulang pemahaman mengenai gambaran Allah yang menguasai dan mengasihi seluruh ciptaan. Dalam payung eklesiologi, gereja setepatnya menghidupi rasa cukup sebagai wujud keberpihakan kepada kehidupan. Dalam perspektif misiologis, hasil dialog kembali mendorong manusia untuk merawat dunia, memulihkan rumah bersama.} }