%0 Thesis %9 Final Year Projects (S1) %A 01041965, ANGGRANI MAHARDINI TINUPIKSO %A Universitas Kristen Duta Wacana, %B Teologi %D 2011 %F katalog:5406 %I Universitas Kristen Duta Wacana %K Teologi, Coolen, GKJW Ngoro %P 78 %T POLA BERTEOLOGI COOLEN DAN IMPLEMENTASINYA DI GKJW JEMAAT NGORO %U https://katalog.ukdw.ac.id/5406/ %X Sekitar tahun 1827, Coolen datang ke desa Ngoro dan menghidupkan kembali desa Ngoro yang telah ditinggalkan penduduknya sekian lama. Melalui pembukaan hutan yang dilakukannya, Coolen mencoba untuk membentuk komunitas baru dengan dia sendiri menjadi pemimpin dan mengembangkan pola kepemimpinan yang khas. Suatu pola kepemimpinan yang berpihak kepada rakyat dengan mengadaptasi alam pemikiran Jawa bahwa seorang pemimpin menciptakan keseimbangan dengan alam sekitarnya melalui pencitraan diri seorang pemimpin yang mengayomi, melindungi, menciptakan kesejahteraan baik jasmani maupun rohani serta menjaga agar baik dirinya maupun rakyatnya tetap berjalan secara harmoni dengan sesama, alam dan Tuhan. Coolen memberikan pengajaran baik secara teoritis kepada komunitas pengikutnya melalui kegiatan-kegiatan keagamaan seperti dikiran, necek (upacara sebelum menanam padi pertama kali), pertunjukan wayang dan mendengarkan pementasan gamelan, ataupun melalui ibadah setiap minggu. Selain itu, Coolen juga memberikan pengajaran mengenai prinsip-prinsip etika di dalam kehidupan sehari-hari seperti memberikan petunjuk mengenai pertobatan kepada pengikutnya yang dahulunya penjahat agar menghentikan perbuatan jahatnya, memberikan pengajaran akan adanya prinsip keadilan dan kebutuhan untuk membela kaum yang lemah dan tertindas melalui sikap hidup Coolen sendiri serta menerapkan kedisiplinan di desanya melalui kegiatan-kegiatan sehari-hari serta mengajarkan prinsip paguyuban di dalam kehidupan yang selaras dengan ajaran kekristenan. Melihat konteks GKJW Ngoro sekarang, pemimpin jemaat memiliki batasan kewenangan di dalam jemaat yang mencakup baik secara institusional dan kehidupan jemaat secara keseluruhan. Seharusnya, cakupan pemimpin yang begitu luas ini memberikan kesempatan yang seluasnya pula bagi pemimpin untuk memberikan pelayanan yang holistik bagi jemaatnya. Namun, kenyataan tersebut terkadang berbenturan dengan keadaan Pendeta atau pemimpin sebagai ketua majelis jemaat, sehingga posisi pemimpin jemaat atau Pendeta tersebut hanya terbatas pada prinsip-prinsip institusi yang menaungi jemaat tersebut. Pemimpin tidak lagi menerapkan posisi pemimpin sebagai gembala yang memberikan dirinya secara penuh serta mengerti apa yang menjadi kebutuhan dari kawanan dombanya, namun sebagai seorang yang terbatas pada menerapkan peraturan yang berlaku di dalam institusi tersebut. Melalui hal ini, maka dibutuhkan adanya spiritualitas yang baik agar pemimpin dapat memiliki sikap yang dapat mengarahkan jemaat kepada spiritualitas yang senantiasa berkembang ke arah pertumbuhan yang lebih baik pula. Maka bertolak dari pemahaman tersebut, seorang pemimpin yang memiliki kharisma dan spiritualitas yang baik, sebaiknya memiliki spiritualitas seorang gembala. Disamping itu, terkadang kepentingan pribadi seorang pemimpin berbenturan dengan hal teologis, dalam kasus komunitas Coolen adalah permasalahan babtisan yang selanjutnya justru menjadi unsur pemecah bagi komunitas tersebut. Masalah teologis seperti ini, dalam beberapa kasus terkadang justru dikembangkan menjadi permasalahan pribadi. Untuk inilah, maka seorang pemimpin senantiasa terus dituntut untuk tetap berintrospeksi diri agar kepentingan pribadinya tidak menjadi batu sandungan bagi kepentingan jemaat, bahkan menjadi batu sandungan bagi perkembangan jemaat.