%A DIKKY KRISTIAN SITEPU 01052031 %I Universitas Kristen Duta Wacana %X Pada umumnya dipahami bahwa warga gereja terdiri dari dua golongan, yaitu mereka yang dipanggil penuh waktu untuk melayani atau pejabat gereja dan anggota jemaat biasa. Pemahaman semacam ini sudah muncul di dalam gereja mula-mula, gereja pada abad pertengahan, pada masa reformasi sampai sekarang ini. Perhatian yang khusus dan menyeluruh diberikan gereja pada golongan yang dipanggil penuh waktu, sementara untuk jemaat biasa luput dari perhatian. Terutama sejak zaman reformasi pada abad ke 16, ahli-ahli teologia menyibukkan dirinya dengan penuh semangat dan kesanggupan dalam pembahasan teologis tentang pendidikan, persiapan, tugas dan status pelayan yakni pendeta-pendeta (kaum klerus) yang ditahbis dan dikukuhkan.1 Hal ini memang tidak salah karena keberadaan pendeta-pendeta (kaum klerus) juga memegang peranan penting dalam perkembangan gereja. Sidang Dewan Gereja Dunia (DGD) pertama di Amsterdam telah melihat kebutuhan yang mendesak supaya kaum awam (seterusnya akan disebut dengan anggota jemaat) dimampukan untuk melihat sikap atau arah iman mereka pada kehidupan mereka di dalam kedudukan kerja mereka dan supaya anggota jemaat itu dibantu melihat bagaimana mereka dapat menaati kehendak Allah di dalam tekanan-tekanan dan persoalan kehidupan. Karenanya, persidangan ini mendesak agar gereja harus memberikan perhatian penuh kepada kepentingan yang sangat menentukan dari pemberian bimbingan anggota jemaat pada usaha untuk memahami di mana tepatnya letak isu-isu intelektual, moral dan keagamaan yang harus mereka hadapi, dan dengan demikian memberikan mereka dengan usaha-usaha ini, kepastian bahwa mereka bukanlah individu-individu yang terisolasi tetapi didukung oleh persekutuan orang-orang percaya.2 GBKP sebagai gereja dengan sistem presbiterial-sinodal yang beraliran Calvinis, memilih, mengangkat dan menahbiskan beberapa pelayan khusus yang disebut dengan penatua, diaken dan pendeta. Pendeta adalah pelayan khusus penuh waktu yang terpanggil dan menyerahkan diri sepenuhnya serta memilih tugas gereja sebagai satu-satunya bidang pengabdian dalam hidupnya (ditempuh melalui pendidikan theologia). Sedangkan penatua dan diaken adalah pelayan khusus yang bukan penuh waktu namun terpanggil untuk menyerahkan hidupnya untuk pelayanan gereja. Mereka adalah anggota sidi jemaat yang dipanggil Yesus Kristus melalui pemilihan warga jemaat kemudian ditahbiskan menjadi orang yang dituakan dan menjadi penatalaksana pelayanan kasih.3 Fungsi dari pelayan khusus ini adalah membina dan memperlengkapi seluruh anggota jemaat GBKP, agar dapat mengembangkan karunia yang mereka miliki untuk tugas pekerjaan pelayanan pembangunan tubuh Kristus, bagi keikutsertaannya dalam melaksanakan rencana karya Tuhan Allah menyelamatkan dan menyejahterakan dunia dan seluruh ciptaanNya (Efesus 4:11-16).4 Sementara tugas dan kewajiban masing-masing pelayan khusus dijelaskan dalam tata gereja GBKP. GBKP Yogyakarta memiliki anggota jemaat yang hampir 75% adalah mahasiswa. Hal ini disebabkan keberadaan kota Yogyakarta sebagai kota pelajar, oleh sebab itu banyak orang Karo datang ke kota ini dengan tujuan menuntut ilmu. Dulunya GBKP Yogyakarta belum memiliki gedung gereja seperti sekarang ini. Jemaat masih menumpang di sekolah SMP BOBKRI 1, belum memiliki pelayan tertahbis seperti pendeta, penatua dan diaken. Awal dari berdirinya persekutuan ini dirintis oleh pemuda/i yang secara umum adalah pelajar yang kuliah di Yogyakarta. Semangat persekutuan dan keinginan beribadah menjadi modal utama para mahasiswa yang didukung oleh beberapa orang tua yang bekerja dan berdomisili di Yogyakarta pada waktu itu. Akhirnya berkat kerja keras itu berdirilah gereja GBKP seperti sekarang ini. Setelah itu mulailah dibicarakan tentang para pekerja di gereja, sehingga diadakan pemilihan penatua dan diaken. Sebagai jemaat yang mayoritas mahasiswa maka pelayan dari unsur Permata5 juga dipilih untuk bertugas sebagai Majelis. Seiring berjalannya waktu gereja menjadi tanggungjawab para Majelis tersebut, sehingga peranan anggota jemaat menjadi semakin tidak tampak. Akhir-akhir ini Permata GBKP Yogyakarta sedang mengalami dorongan-dorongan dan ajakan supaya keluar dari sifat pasif atau sikap penonton (penikmat) mereka. Kemauan akan keterlibatan ini mengalami hambatan, ketika pemilihan penatua dan diaken pada periode 2009-2014 tidak diizinkan lagi adanya calon penatua dan diaken dari unsur Permata. Padahal pada periode-periode sebelumnya dari unsur Permata masih diperbolehkan untuk mencalonkan diri sebagai penatua atau diaken. Alasan Majelis pada waktu itu dikarenakan umur tidak mencukupi sesuai dengan tata gereja GBKP. Selain itu dirasakan adanya kesenjangan diantara anggota jemaat dengan pengurus Majelis Jemaat, sehingga muncul ketidak harmonisan diantara Majelis Jemaat dengan jemaat sendiri. Perubahan kebijakan tersebut telah menimbulkan ketimpangan dalam partisipasi pelayanan. Selain itu permasalahan yang lain adalah banyaknya anggota jemaat yang tidak ikut terlibat dalam pelayanan, padahal Tata Gereja GBKP pasal 6 ayat 1 dan 2 menyebutkan 1. Semua anggota GBKP mempunyai tanggungjawab yang sama dalam kehidupan dan pelayanan gereja. 2. Semua anggota GBKP baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama mewujudkan tanggungjawabnya secara utuh dan terpadu dalam koordinasi GBKP. Namun pada kenyataannya, peran serta dan tanggungjawab jemaat belum begitu terlihat. Pelayanan-pelayanan di gereja banyak didominasi oleh pendeta, penatua dan diaken. Melihat kenyataan ini gereja seharusnya terbuka untuk memperbaiki diri agar anggota jemaat benar-benar menjadi subjek dalam gereja, karena gereja akan berkembang bila anggota jemaat benar-benar berperan sebagai subjek. Anggota Jemaat yang adalah subjek merupakan anggota jemaat yang benar-benar berpartisipasi dalam seluruh kehidupan bergereja. Pandangan itu seharusnya mewarnai gaya kepemimpinan, cara merumuskan tujuan, usaha mewujudkan jemaat (struktur), pilihan tema-tema bagi agenda dan cara tema itu dipresentasikan.6 Implikasinya ialah bahwa anggota jemaat biasa tidak boleh dianggap sebagai pelaksana keputusan semata, melainkan sebagai manusia yang ikut mengambil keputusan dan berpartisipasi aktif dalam perencanaan, pembuatan, pelaksanaan dan evaluasi keputusan gereja. Dalam Efesus 4:11-16 dapat dilihat peranan jemaat dalam pembangunan jemaat. Para pemimpin yang ditetapkan oleh Yesus Kristus sang Kepala Gereja, wajib melengkapi segenap jemaat agar mereka mampu melayani demi pembangunan tubuh Kristus (ay.12) menuju kedewasaan penuh dan mencapai tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus (ay. 13) yang adalah kepala (ay. 15). Semua jemaat diajak untuk menasehati seorang akan yang lain dan saling membangun (band. 1 Tes 5:11). Hak warga jemaat tidak boleh dirampas oleh siapapun supaya mereka tidak kehilangan kedewasaannya. %L katalog4919 %D 2011 %T PEMBERDAYAAN ANGGOTA JEMAAT SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN JEMAAT GBKP YOGYAKARTA %K Pembangunan jemaat, GBKP Yogyakarta