%0 Thesis %9 Doctoral %A 57160004, Hanna Dewi Aritonang %A Universitas Kristen Duta Wacana, %B Doktor Teologi %D 2020 %F katalog:4385 %I Universitas Kristen Duta Wacana %K Kekerasan, penderitaan, penghancuran gereja, korban, ingatan, pengampunan rekonsiliasi diri %P 242 %T KORBAN KEKERASAN AGAMA, MEMORI KOLEKTIF DAN REKONSILIASI DIRI (KONSTRUKSI TEOLOGI REKONSILIASI PASCA PERUSAKAN GEREJA-GEREJA DI ACEH SINGKIL). %U https://katalog.ukdw.ac.id/4385/ %X Penelitian ini dilatarbelakangi oleh persoalan ketidakadilan dan kekerasan atas nama agama yang terjadi di berbagai belahan wilayah Indonesia, khususnya kabupaten Aceh Singkil-Nanggroe Aceh Darusalam. Ketidakadilan terlihat dari sulitnya umat Kristen mendapatkan izin mendirikan rumah ibadah, bahkan rumah ibadah yang sudah berdiri dan digunakan sebagai pusat peribadahan dan berbagai kegiatan keagamaan lainnya selama puluhan tahun harus digugat bahkan diruntuhkan karena tidak memiliki izin mendirikan bangunan (IMB). Gugatan terhadap kehadiran gereja-gereja di Aceh Singkil tidak terlepas dari persoalan politik identitas yang semakin menguat sejak diterbitkannya UU No. 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istemewa Aceh, dan melaksanakan pemerintahannya lewat implementasi hukum Syariah secara total. Penguatan Islam semakin terlihat jelas dengan diterbitannya Peraturan Gubernur Nomor 25 Tahun 2007 tentang Pedoman Pendirian Rumah Ibadah. Ditambah lagi dengan diterbitkannya Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pedoman Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadah. Kedua produk peraturan tersebut tidak hanya menyulitkkan bagi umat Kristen Aceh Singkil, tetapi juga tumpang-tindih dan bertentangan dengan peraturan bersama menteri yang telah menetapkan pendirian rumah ibadah. Berbagai aksi penyegelan, gugatan bahkan sampai pembakaran serta penghancuran gerejagereja yang terjadi di Aceh Singkil tidak saja sebagai gambaran kekerasan, konflik, atau pun perpecahan, tetapi juga menggoreskan luka-luka batin, meninggalkan memori kelam yang terekam dalam ingatan individual manupun kolektif. Kenyataan ini membuat umat Kristen di Aceh menderita dan bertanya tentang keberpihakan Allah di tengah penderitaan dan ketidakadilan yang mereka alami. Penghancuran gereja-gereja membuat mereka hanya bisa melangsungkan ibadah dan berbagai kegiatan keagamaan dalam tenda-tenda darurat selama bertahun-tahun. Aceh Singkil merupakan bagian dari cerita rakyat yang menderita dan bergumul dalam menyatakan identitas imannya di tengah kuasa politik identitas agama dominan. Penulisan disertasi ini bertujuan memperoleh pemahaman yang mendalam tentang narasi korban tentang pengalaman kekerasan atas nama agama dan penderitaan yang mereka alami, serta pemaknaan mereka terhadap Allah dan keberpihakan-Nya di tengah persoalan yang mereka hadapi. Di samping itu, tulisan ini juga lahir dari sebuah kesadaran akan kebutuhan teoritis tentang pentingnya rekonsiliasi diri di tengah persoalan kekerasan atas nama agama yang terjadi dalam konteks komunitas Kristen Aceh Singkil. Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa ingatan yang benar dan pemaknaaan yang benar atas ingatan kelam masa lalu dapat dijadikan sebagai pemulihan diri dan pembelajaran berharga untuk mencegah peristiwa yang sama terulang. Implikasi penelitian ini dapat menolong para korban untuk memaknai ingatan-ingatan yang mereka miliki dan menggunakannya sebagai media yang dapat memulihkan dan menyembuhkan mereka dari tekanan, trauma dan berbagai ketakutan yang pernah mereka alami. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan disertasi ini adalah penelitian kualitatif, sedangkan metode penulisan yang digunakan adalah deskriptif analitis dengan menguraikan konteks permasalahan yang ada berdasarkan data-data yang dikumpulkan dari lapangan. Kesimpulan akhir penelitian ini adalah perlu mentransformasi ingatan, sebab mengingat dengan benar dan memaknai ingatan menjadi dasar pemulihan diri. Berakhirnya ingatan ditandai dengan keiklasan memberi pengampunan, sebab pengampunan membentangkan jalan bagi lahirnya rekonsiliasi diri.