@mastersthesis{katalog3706, title = {DIAKONIA MENURUT INJIL MATIUS 25: 31 ? 46 DAN RELEVANSINYA TERHADAP PELAYANAN GEREJA HKBP}, year = {2012}, author = {EVALINA SIMAMORA 50090242}, school = {Universitas Kristen Duta Wacana}, month = {June}, url = {https://katalog.ukdw.ac.id/3706/}, abstract = {Kemiskinan merupakan suatu fakta kehidupan yang terjadi di dunia. Hampir di setiap belahan dunia ditemukan konteks kemiskinan dengan bentuk dan tingkat yang berbeda, tidak terkecuali di Indonesia dan lebih mengerucut lagi di kalangan jemaat HKBP. Pada umumnya, kemiskinan menyebabkan penduduk di suatu tempat menjadi miskin, lapar, haus, tidak memiliki tempat tinggal yang layak, tidak bisa berobat jika sakit, di penjara dan lain-lain. E.G. Singgih dalam bukunya yang berjudul Mengantisipasi Masa Depan, mengatakan bahwa "pada umumnya konteks Indonesia terdiri dari lima permasalahan yaitu kepelbagaian agama, kemiskinan yang parah, penderitaan, ketidakadilan termasuk ketidakadilan gender dan kerusakan ekologis."1 Sementara itu, Josef P. Widyatmadja memberikan beberapa ciri-ciri yang menjadi wajah teologi masyarakat Indonesia masa kini, yaitu: a. Teologi saat ini merupakan warisan teologi abad ke-19 (teologi kolonial) yang sangat menekankan keselamatan rohani dan individu daripada keselamatan yang utuh serta keselamatan masyarakat. Pekabaran Injil tidak dilihat sebagai kabar baik untuk orang miskin, tetapi sebagai panggilan untuk dibaptis dalam gereja dan mendapatkan keselamatan sesudah meninggal. b. Teologi saat ini lebih menekankan pernyataan (theology of statement) daripada tindakan (theology in action). Gereja sering lebih sibuk merumuskan pernyataan teologi serta melaksanakan pernyataan iman dan teologi mereka. Confession lebih penting daripada compassion. c. Isu teologi tenggelam dalam dogma yang bersifat rutin dan konvensional daripada refleksi yang kontekstual dan profetik. d. Perspektif teologi lebih memihak pada golongan penguasa (agama, sosial, ekonomi, dan politik) daripada kaum akar rumput (kaum tertindas, wong cilik). e. Teologi sebagai kebenaran universal. Teologi seharusnya mempertimbangkan konteks tempat dan waktu. Memaksakan kebenaran universal dengan mengabaikan konteks bisa menjadi sebuah bentuk penindasan hati nurani dan pikiran.2 Dari pandangan Singgih dan Widyatmadja di atas, maka penulis berkeinginan dan tertarik membahas masalah kemiskinan. Menurut penulis, masalah kemiskinan ini menjadi akar munculnya masalah-masalah yang lain. Misalnya, Widyatmadja sangat jelas menggambarkan bagaimana teologi yang ada masa kini merupakan teologi yang kurang menyentuh dimensi realita kehidupan masyarakat yang ada di lapangan. Teologi yang masih berada di lapisan atas, hanya sebatas wacana dan belum ada tindakan konkrit yang benar-benar sampai kepada lapisan bawah. Jemaat seringkali berada dalam kesenjangan yang dalam antara cita-cita dan realita. Oleh karena itu, masalah kemiskinan ini perlu dikaji kembali dalam rangka mengembangkan diakonia sebagai bagian integral dalam pelayanan gereja dan masyarakat Indonesia, secara khusus di gereja HKBP.}, keywords = {Diakonia, Matius, HKBP} }