%X Maraknya tindak kekerasan terhadap perempuan merupakan salah satu bentuk tragedi kemanusiaan yang masih tersisa dan menjadi agenda berbagai pihak, baik secara nasional maupun internasional untuk menghapuskannya. Berdasarkan hasil penelitian penulis di Langgur Maluku Tenggara menunjukkan bahwa sebagian besar kaum perempuan mengalami berbagai bentuk kekerasan, seksual dan non-seksual, fisik maupun nonfisik. Secara universal, kekerasan terhadap perempuan lebih banyak dipengaruhi oleh ketimpangan sosial budaya (patrilineal dan gender) dalam sistem kehidupan keluarga dan masyarakat setempat. Kekerasan terhadap perempuan yang pelakunya kaum laki-laki sering terjadi di daerah Langgur namun ditemukan bahwa respons dan reaksi masyarakat khususnya kaum perempuan masih sangat rendah untuk melaporkan tindak kekerasan yang dialami melalui jalur hukum. Peran lembaga litigasi kurang populer sebagai sumber untuk menyelesaikan masalah Kekerasan Terhadap Perempuan (KTP), seperti halnya peran lembaga nonlitigasi baik Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) maupun lembaga lainnya. Masalah kekerasan terhadap perempuan menjadi isu yang menonjol. Hal itu bukan saja disebabkan oleh makin beragamnya kasus kekerasan yang dialami perempuan, melainkan intensitasnya pun makin bertambah. Kekerasan terhadap perempuan pada umumnya terjadi di berbagai belahan bumi dan pada umumnya si pelaku adalah laki-laki. KTP yang dituangkan dalam deklarasi PBB tahun 1994 menegaskan bahwa kekerasan terhadap perempuan adalah kekerasan yang dilakukan atas dasar perbedaan jenis kelamin yang mengakibatkan atau dapat mengakibatkan kerugian atau penderitaan terhadap perempuan, baik secara fisik, psikis, maupun seksual, termasuk ancaman perbuatan tersebut, paksaan, atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi dalam kehidupan yang bersifat publik maupun privat. Selain itu pula, adanya tingkat kesadaran Keadilan dan Kesetaraan Gender (KKG) yang rendah pada tokoh adat. Kesadaran KKG yang lebih tinggi dapat ditemukan pada tokoh intelektual, tokoh agama, maupun tokoh LSM, namun tidak seluruhnya mempunyai kesadaran KKG yang tinggi. Hal ini tentu saja menjadi tantangan bagi kalangan pemerhati masalah perempuan untuk dapat mengupayakan peningkatan kesadaran para tokoh terhadap masalah kesetaraan gender sebagai upaya yang diperlukan dalam meminimalisir segala bentuk kekerasan terhadap perempuan. Dengan adanya intensitas kekerasan yang semakin meningkat di Langgur, maka pemerintah (aparat penegak hukum), kalangan LSM, Badan pemberdayaan perempuan, dan tokoh agama perlu memperkuat jaringan untuk menangani kasus-kasus KTP. Penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan tidak terbatas pada penyelesaian kasus kekerasan, akan tetapi perlu melakukan tindakan pencegahan atau tindakan preventif, penanganan, pemulihan, dan pemberdayaan perempuan. Penelitian ini menggunakan beberapa perspektif teori kekerasan dan konflik untuk menganalisis penyebab dan penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan di Langgur-Maluku Tenggara. %I Universitas Kristen Duta Wacana %A JULIANAN LARITMAS 54110033 %T KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN OLEH LAKI-LAKI YANG TERJADI DI KOTA LANGGUR IBUKOTA KABUPATEN MALUKU TENGGARA PROVINSI MALUKU %K Kekerasan terhadap perempuan, Pencegahan, Penanganan KTP, Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan %L katalog3595 %D 2013