TY - THES M1 - masters ID - katalog3580 Y1 - 2013/02// AV - restricted A1 - 54070008, SUHARTO EP - 115 UR - https://katalog.ukdw.ac.id/3580/ KW - Konflik KW - Rekonsiliasi KW - GITJ Karang Subur PB - Universitas Kristen Duta Wacana TI - UPAYA REKONSILIASI ANTAR UMAT BERAGAMA OLEH GEREJA INJILI DI TANAH JAWA (GITJ) KARANG SUBUR N2 - Disadari atau tidak, konflik vertikal dan horizontal yang terjadi di Indonesia dapat disimpulkan lebih dominan berakar struktural. Terutama bersumber pada faktor ketidakadilan social dan kegagalan mengelola potensi kemajemukan di berbagai daerah. Memahami konflik antar umat beragama di Karang Subur terjadi karena adanya disharmonisasi sosial dalam komunitas dan tumbuhnya fanatisme dan eksklusifisme di kalangan umat beragama serta ketidakpedulian terhadap masalah sosial. Akumulasi konflik yang tidak dirasa seperti rumput kering yang siap dibakar, penutupan tempat ibadah umat Kristen di Karang Subur merupakan puncak konflik. Konflik terjadi disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia yaitu fisik, mental dan sosial yang tidak terpenuhi atau yang dihalangi. Konflik bukanlah pertanda kegagalan, melainkan kesempatan dan bahaya. Konflik menjadi kesempatan jika dapat dikelola dan menjadi bahaya jika tidak dikelola dan meningkat menjadi kekerasan. Dengan demikian konflik pada hakekatnya adalah tentang kehidupan, yang menunjuk langsung pada kontrakdiksi-kontrakdiksi sebagai pencipta kehidupan dan penghancur kehidupan. Jika konflik penting bagi kehidupan, maka kehidupan penting bagi konflik karena konflik memiliki sifat-sifat seperti kehidupan dan siklus yang hidup. Bagaimanakah umat Kristen di Karang Subur mengatasi masalah tersebut? Berbagai pendekatan dilakukan oleh mereka dalam menyelesaikan konflik yang telah terjadi. Upaya mereka membuahkan hasil. Rekonsiliasi dapat tercapai. Rekonsiliasi merupakan awal dari sebuah gerakan kerukunan dan perdamaian yang dinamis, sekaligus sebagai akhir dari sebuah proses perpecahan internal masyarakat. Sebagai sebuah gerakan menunjukkan bahwa terdapat visi dan misi yang akan dicapai yang tentu saja bermuara dari moralitas dan etika yang disepakati oleh pelaku rekonsiliasi. Upaya dalam kerja membangun perdamaian mengarah pada perubahan sosial berjangka panjang yang lebih menekankan rekontruksi struktur damai dalam masyarakat. Damai bukan semata ketiadaan perang. Tetapi mengacu pada keadaan yang dinamis dan partisipatif yang berdasar pada nilai-nilai universal di segala level praktis kehidupan. Perdamaian harus mampu diciptakan dalam lingkungan keluarga dan komunitas. Dalam jangka panjang atau yang lazim disebut damai positif memiliki ciri tertentu. Diantara cirinya yang menonjol yaitu keadilan, kepercayaan, empati, serta menekankan kerjasama dan dialog. Disinilah kajian penulis menganalisa rekonsiliasi antar umat beragama di Karang Subur. Bagaimanakah proses rekonsiliasinya dan mengapa bisa terjadi? Rekonsiliasi dapat terwujud oleh karena di masing-masing pihak baik umat Kristen maupun Islam saling memberi pengampunan dan pemaafan; adanya kejujuran keterbukaan batin dan berlapang dada; serta ada tindakan konkret dalam sikap sesuai apa yang ada dalam batin mereka. Pengampunan membawa pihak-pihak yang terluka untuk dipulihkan, melepaskan masa lalu yang menyakitkan serta membangun kembali suatu hubungan. Memulihkan yang terluka dengan sikap mengasihi berarti menganggap orang itu lebih berarti dan berharga, tanpa melihat kesalahannya. Pengampunan dan rekonsiliasi memiliki empat elemen penting: (1) penilaian moral, (2) penolakan upaya balas dendam, (3) empati, (4) rekonsiliasi dan restorasi hubungan yang rusak. Rekonsiliasi adalah pemulihan harkat kemanusiaan yang telah dirusakkan oleh peristiwa-peristiwa traumatis dan sebuah proses merekonstruksi tatanan moral dari sebuah masyarakat. ER -