%0 Thesis %9 Bachelor %A 01102298, KRISTIANTI ANANDA %A Universitas Kristen Duta Wacana, %B Teologi %D 2015 %F katalog:2694 %I Universitas Kristen Duta Wacana %K Bunuh diri, Motif, Pandangan Hidup, Masyarakat Gunungkidul, Paham Jawa, Stoa, Teologi Pengharapan. %P 77 %T ANALISA FENOMENA BUNUH DIRI DI GUNUNGKIDUL DILIHAT MELALUI PEMIKIRAN STOA DAN TEOLOGI KRISTEN %U https://katalog.ukdw.ac.id/2694/ %X Tingkat bunuh diri di Gunungkidul sangat tinggi. Sebuah fakta dari WHO menyatakan bahwa Gunungkidul menduduki peringkat pertama dalam hal angka bunuh diri dibandingkan wilayah lain di Indonesia. Angka kasus bunuh diri di kabupaten Gunungkidul sebesar 9 per 100.000 penduduk per tahun, jauh lebih tinggi dari kejadian di Jakarta yang hanya kurang dari 2 per 100.000 penduduk per tahun. Oleh karena dasar itulah, dalam skripsi ini penulis akan meneliti hal-hal yang menyertai tindakan bunuh diri antara lain: apa saja motivasi pelaku bunuh diri di Gunungkidul dan bagaimana pemahaman/filosofi yang mereka hidupi. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi kualitatif - wawancara dengan pendekatan induktif yakni menggali dan menganalisa pandangan responden, baik dengan keluarga korban bunuh diri maupun warga yang melakukan percobaan bunuh diri. Penelitian ini juga dilakukan dengan menganalisa pemikiran Stoa dan pandangan Jawa melalui studi pustaka. Selanjutnya, kedua hasil analisa tersebut didialogkan secara kritis-konstruktif sehingga saling memperkaya satu sama lain. Adapun penulis menggunakan perspektif Stoa sebagai alat analisa dan pandangan Jawa sebagaimana konteks dari masyarakat di Gunungkidul. Dari hasil yang didapat, penulis menemukan beberapa perbedaan motif bunuh diri diantara kedua teori tersebut, antara lain: (1)Bunuh diri merupakan rangkaian dari etika Stoa sehingga ketika seseorang tidak mampu lagi untuk hidup harmoni dengan alam, sebagaimana merupakan tujuan hidup kaum Stoa, maka lebih baik ia bunuh diri. Sedangkan dalam pandangan Jawa bunuh diri bukan merupakan rangkaian takdir (kehendak Ilahi) karena orang Jawa meyakini bahwa yang berkuasa sepenuhnya atas hidup dan mati manusia adalah Tuhan. (2)Kaum Stoa melakukan bunuh diri karena hal tersebut merupakan pilihan yang rasional karena secara teori itu benar dan memang dipraktekkan oleh penganutnya. Sedangkan bagi orang Jawa bunuh diri adalah hal irasional sehingga tidak dibenarkan dengan alasan apapun. (3)Bunuh diri dalam Stoa merupakan cara untuk menunjukkan kemandirian (autarkia) seseorang. Ia tidak lagi dikuasai oleh keadaan eksternal dan emosionalnya sehingga ia dapat meraih kebahagiaan. Sedangkan bunuh diri bagi orang Jawa merupakan tindakan akibat kegagalan seseorang dalam mengelola emosinya. Orang yang bunuh diri berarti ia tidak mandiri, karena persoalan hidup dan berbagai kondisi eksternal yang hadir telah menguasai dirinya dan semakin menghimpit kebebasannya. Setelah itu, uraian skripsi ini akan ditutup dengan sebuah refleksi etis-teologis. Bagaimana iman Kristen melihat fenomena bunuh diri yang terjadi di Gunungkidul dengan memakai pemikiran Jurgen Moltmann mengenai Teologi Pengharapan.