TY - THES M1 - doctoral A1 - 57120009, MARGIE IVONE DE WANNA PB - Universitas Kristen Duta Wacana AV - restricted TI - AGENCY PEREMPUAN DAN STRUKTUR GEREJA MEREKONSTRUKSI EKKLESIOLOGI KONTEKSTUAL GPIB PASCA KONFLIK 171 LOMBOK ID - katalog2607 Y1 - 2016/02// N2 - Gereja di Indonesia (GPIB) ada dalam pergumulan konteks yang kompleks seperti; pluralisme agama dan budaya, kemiskinan, ketidakadilan, korupsi, globalisasi dan konflik umat beragama. Konteks tersebut berjalinan menjadi bagian dalam proses penghayatan diri gereja mengenai keberadaannya di Indonesia dalam ragam agama dan budayanya sekaligus sebagai bagian dari penghayatan identitas sebagai gereja yang di utus ke dalam dunia. Sebagai respon atas berbagai kompleksitas yang ada, penting bagi gereja (GPIB) untuk menemukan model ekklesiologinya yang menghayati keberadaannya di dalam ruang publik, sebuah ruang yang tidak bebas dari konflik. Lombok adalah salah satu ruang konflik (171) yang menjadi lokus penelitian dengan pokok permasalahan yang dieksplorasi dalam disertasi ini. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif fakta-fakta empiris mengenai berbagai upaya keluar dari konflik menuju rekonsiliasi ditampilkan dalam deskripsi dan analisis yang mendalam.Bagaimana konflik 171 terjadi dan dampaknya bagi relasi kemanusiaan dan keberagamaan, bagaimana peran lembaga masyarakat dalam membangun rekonsiliasi sehingga fakta empiris itu menjadi pelajaran bersama. Penelitian disertasi ini menemukan bahwa sejatinya rekonsiliasi bukanlah upaya tunggal dari pemerintah atau lembaga Negara seperti TNI-POLRI. Ada fakta lain yang terungkap dalam penelitian ini yakni kehadiran dan gerak perempuan di marka depan, sebagai agency rekonsiliasi. Pergerakan mereka melintasi batas agama, gender dan kelaziman. Ketika agama-agama dan teologinya serba patriakat dan melazimkan perempuan sebagai penjaga rumah, perempuan Lombok justru melakukan resistensi dengan memasuki public sphere, saat intensitas konflik sedang memanas, suatu situasi yang penuh resiko. Ketika ruang public yang lasimnya dikuasai laki-laki berbalut konflik, perempuan hadir dan menawarkan relasi damai, menolong orang tua dan anak-anak yang terjebak konflik, menahan gerak anak-anak laki-laki dan suami mereka terlibat dalam konflik dan menyediakan dapur umum untuk menyiapkan kebutuhan makan bagi para korban tanpa membedakan agama. Dapur umum adalah salah satu dari strategi budaya yang dilakukan agency perempuan, sebab di dapur umum, tradisi bejibung makan bersama dalam kesetaraan terjalin. Di dapur umum perempuan berbagi hidup dengan semua orang (sharing of life), di dapur umum terjadi percakapan kehidupan dan hidup bersama dengan rukun. Dalam disertasi ini, apa yang dilakukan oleh agency perempuan disebut sebagai menganyam tikar rekonsiliasi. Apa yang dilakukan agency perempuan pada saat dan pasca konflik Lombok setidaknya menawarkan model rekonsiliasi yang dapat diadopsi oleh gereja untuk merekonstruksi ekklesiologi gereja agar tetap relevan dengan konteks Indonesia yang multikultur dan multi religious. Gerak dan kiprah mereka dalam menganyam tikar rekonsiliasi untuk tempat duduk dan makan bagi semua orang menjadi pelajaran bagi gereja dan agama-agama yang kerap kali memisahkan diri secara tegas terhadap masyarakat dan permasalahan politik. Ketika terjadi konflik, gereja selalu lamban menyikapinya karena beranggapan bahwa gereja adalah kudus, sementara konflik yang mengusung nama agama adalah rekayasa politik dan segala hal yang berbau politik dilihat sebagai kejahatan karena selalu mengejar kepentingan dan kekuasaan dan mengorbankan orang lain. Agency perempuan GPIB di Lombok dalam memperjuangkan rekonsiliasi mengindikasikan bahwa partikularisme merupakan salah satu hal penting bagi ekklesiologi. Partikularisme dimaksudkan agar gereja memberikan penekanan utama pada penjagaan terhadap identitas kekristenan bertumbuh dalam budaya setiap jemaat-jemaat lokal. UR - https://katalog.ukdw.ac.id/2607/ EP - 225 ER -